Sedih
sekali melihat kenyataan ini. Duduk termenung tidak tahu apa yang mesti
diperbuat. Disaat duduk memikirkan nasibnya, tiba-tiba ada seorang laki-laki
datang menghampirinya. Dia memberikan nasihat: “Datanglah kamu kepada Kiai
Kholil Bangkalan, utarakan apa musibah yang menimpa dirimu !” ucapnya dengan
tenang. “Kiai Kholil?” pikirnya. “Siapa dia, kenapa harus kesana, bisakah dia
menolong ketinggalan saya dari kapal?” begitu pertanyaan itu berputar-putar di
benaknya. “Segeralah ke Kiai kholil minta tolong padanya agar membantu
kesulitan yang kamu alami, insya Allah.” Lanjut orang itu menutup pembiocaraan.
Tanpa pikir panjang lagi, berangkatlah sang suami yang malang itu ke Bangkalan.
Setibanya di kediaman Kiai Kholil, langsung disambut dan ditanya : “Ada
keperluan apa?” Lalu suami yang malang itu menceritakan apa yang dialaminya
mulai awal hingga datang ke Kiai Kholil.
Tiba-tiba
Kiai berkata : “Lho, ini bukan urusan saya, ini urusan pegawai pelabuhan. Sana
pergi!” Lalu suami itu kembai dengan tangan hampa. Sesampainya di pelabuhan
sang suami bertemu lagi dengan orang laki-laki tadi yang menyuruh ke Kiai
Kholil lalu bertanya: ”Bagaimana? Sudah bertemu Kiai Kholil ?” “Sudah, tapi
saya disuruh ke petugas pelabuhan” katanya dengan nada putus asa. “Kembali
lagi, temui Kiai Kholil !” ucap orang yang menasehati dengan tegas tanpa ragu.
Maka sang suami yang malang itupun kembali lagi ke Kiai Kholil. Begitu
dilakukannya sampai berulang kali. Baru setelah ke tiga kalinya, Kiai Kholil
berucap, “Baik kalau begitu, karena sampeyan ingin sekali, saya bantu
sampeyan.” “Terima kasih Kiai,” kata sang suami melihat secercah harapan. “Tapi
ada syaratnya.” Ucap Kiai Kholil. “Saya akan penuhi semua syaratnya.” Jawab
orang itu dengan sungguh-sungguh. Lalu Kiai berpesan: “Setelah ini, kejadian
apapun yang dialami sampeyan jangan sampai diceritakan kepada orang lain,
kecuali saya sudah meninggal. Apakah sampeyan sanggup?” pesan dan tanya Kiai
seraya menatap tajam. “Sanggup, Kiai, “ jawabnya spontan. “Kalau begitu ambil
dan pegang anggurmu pejamkan matamu rapat-rapat,” Kata Kiai Kholil. Lalu sang
suami melaksanakan perintah Kiai Kholil dengan patuh. Setelah beberapa menit
berlalu dibuka matanya pelan-pelan. Betapa terkejutnya dirinya sudah berada di
atas kapal lalu yang sedang berjalan.
Takjub heran
bercampur jadi satu, seakan tak mempercayai apa yang dilihatnya. Digosok-gosok
matanya, dicubit lengannya. Benar kenyataan, bukannya mimpi, dirinya sedang
berada di atas kapal. Segera ia temui istrinya di salah satu ruang kapal. “Ini
anggurnya, dik. Saya beli anggur jauh sekali” dengan senyum penuh arti seakan
tidak pernah terjadi apa-apa dan seolah-olah datang dari arah bawah kapal.
Padahal sebenarnya dia baru saja mengalami peristiwa yang dahsyat sekali yang
baru kali ini dialami selam hidupnya. Terbayang wajah Kiai Kholil. Dia baru
menyadarinya bahwa beberapa saat yang alalu, sebenarnya dia baru saja
berhadapan dengan seseorang yang memiliki karomah yang sangat luar biasa.
Beliau
berangkat ke Makkah dalam tahun 1859, ketika berusia 24 tahun. Sepanjang
perjalanan ke Makkah dan semasa di sana, beliau lebih gemar berpuasa dan
melakukan riyadhah kerohanian. Dikisahkan bahawa selama di Makkah, kebiasaannya
beliau hanya makan kulit tembikai berbanding makanan lain. Setelah pulang ke
tanahairnya, beliau mendirikan pesantren di Desa Cengkebuan. Pesantren ini
akhirnya beliau serahkan kepada menantunya Kiyai Muntaha, dan beliau sendiri
membuka sebuah lagi pesantren di Desa Kademangan, Bangkalan. Antara ulama yang
menjadi santri beliau adalah Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ari, Kiyai Wahhab
Hasbullah, Kiyai Ahmad Qusyairi dan Kiyai Bisri Syansuri.
Kiyai
Kholil selain terkenal sebagai ulama, juga dikenali sebagai seorang waliyullah
yang mempunyai berbagai karamah dan kasyaf. Murid beliau, Kiyai Ahmad Qusyairi
bin Shiddiq dalam karyanya “al-Wasiilatul Hariyyah” mensifatkan gurunya ini
sebagai ” beliau yang dalam ilmu nahwunya seperti Sibawaih, dalam ilmu fiqh
seperti Imam an-Nawawi dan dari segi banyak kasyaf dan karamah seperti
al-Quthub al-Jilani.” Maka tidak heran, makamnya sehingga kini diziarahi ramai
untuk menjalankan sunnah ziarah kubur dan ngalap berkat. Beliau meninggal dunia
pada 29 Ramadhan 1343H dalam usia yang lanjut 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341
Hijrah/14 Mei 1923 Masehi. Mari kita sampaikan untuknya…. AL
FATIHAH…………..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar