Dzat Tuhan yang tidak bernama, karena tidak ada satu nama
pun yang mampu mewakili keberadaanya. Maka ia di sebut Aku. Inilah tuhan
sejati, hidup sejati, sebagaimana diidam-idamkan oleh syekh siti jenar. Inilah
martabat ahadiyah dalam tataran martabat tujuh. Tuhan sejati atau Aku ini
berdiri sendiri tiada berawal dan berakhir, serta maha esa. Dia sendiri dan
ingin di kenal, namun tidak ada yang dapat mengenalnya karena tidak ada yang
lain selain dirinya. Dia berkeinginan menciptakan makhluk agar makhluk tersebut
mengenal-nya.
Tuhan menciptakan suatu makhluk dengan bahan dirinya,
karena tidak ada bahan lain. Jadi makhluk yang akan dia ciptakan itu berasal
dari dirinya sendiri, atau dengan kata lain makhluk itu bukan barang baru namun
hanya penampakan lain dari rupa diri tuhan. Sebagaimana dijelaskan ibnu arabi
awal penciptaan dimulai dengan iradah dari Allah Ta’ala. Sebagaimana firmanNya
idza araada syai’an an yaqulalahu kun fayakun (jika dia telah berkehendak
terhadap sesuatu, cukup dia mengatakan jadi’maka jadilah ia) segala sesuatu di
alam semesta ini menjadi ada karena irodat atau kehendak Tuhan.
Penampakan tuhan dalam kualitas menurun agar lebih mudah di
kenal. Dzat Tuhan terlalu suci untuk dikenal, dan nama Allah merupakan jembatan
atau jalan tengah agar dia dapat lebih mudah dikenal. Tahapan ini biasa disebut
dengan Martabat Wahdah.
Tuhan turun agar semakin mudah dikenali yakni Nur Muhammad.
Nur Muhammad pada tahapan ini bersifat mendua, yakni selalu berpasang-pasangan
sebagai cikal bakal penciptaan alam semesta. Tahapan ini biasa di sebut
Martabat Wahidiyat. Bahan penciptaan alam semesta berasal dari Nur Muhammad
pada martabat ini. Semuanya terkumpul menjadi satu.
Dari Nur Muhammad yang telah bersifat kemakhlukan ini,
terurai menjadi bagian-bagian halus yang belum nampak. Itulah roh-roh atau alam
arwah. Roh merupakan sumber kehidupan bagi tiap-tiap benda. Roh ini berasal
langsung dari Tuhan, ibarat diembuskan dari dirinya. Kehidupan syarat mutlak
bagi makhluk untuk dapat mengenal Tuhan, maka dia menjadikan roh-roh ini
sebagai sumber kehidupan. Hidup makhluk ini berasal dari roh-roh ini.
Sumber kehidupan berupa roh ini tidak akan mampu mewakili
keinginan Tuhan jika tidak disertai sarana atau wadah. Untuk itu, Tuhan
menjadikan wadah bagi kehidupan tersebut. Nur Muhammad yang bersifat makhluk
itu terurai menjadi bagian-bagian terpisah yang masih halus. Inilah alam misal.
Di dalamnya terkumpul berbagai jenis makhluk, seperti Malaikat, jin, iblis,
jiwa manusia , surga, neraka, dan sebagainya. Dalam Alam misal ini manusia sudah
ada namun masih berbentuk jiwa. Ia belum memiliki raga. Selanjutnya Tuhan
menampakkan Dzatnya sebagai wadah perbuatan, nama, dan sifatnya, sehingga
muncullah alam ajsam.
Pada alam ajsam ini, Tuhan menampakkan diri secara
menyeluruh. Raga adalah perwujudan rupa dirinya. Perbuatan, nama dan sifat alam
semesta adalah wajahnya. Semua itu terbungkus dalam sifat kemakhlukan yang
serba mendua, ada hitam dan putih, ada baik dan buruk, ada senang ada sedih.
Jadi, hidup sebagai makhluk selalu diliputi sifat ketidaksempurnaan. Lain
halnya Dzat Tuhan yang mandiri, langgeng, tunggal, tidak tersentuh rasa lapar,
ngantuk, sakit dan sedih.
Setelah mengetahui hakikat diri secara menurun ini, maka
tahulah bahwa alam semesta ini pada hakikatnya adalah gambaran rupa Tuhan.
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, karena dibekali kemampuan untuk
mendaki dan menyatu dengan Dzat maulana wajibul wujud hingga menjadikan dirinya
sebagai wakil tuhan di dunia. Inilah manusia sempurna, manusia yang telah
sampai pada hakikat dirianya, yakni Dzat yang sempurna. Hidup Sejati
sebagaimana yang di ajarkan oleh para Wali, yang bermuara pada penyatuan kepada
NYA.
TARAQI(MENDAKI)
Kehidupan yang di lihat orang-orang ini adalah kehidupan
paling luar, fisik semata. padahal fisik atau jasmani ini adalah hijab atau
penghalang Tuhan yang paling luar. Kebanyakan orang tertipu oleh penampakan
jasmani ini. Manusia yang hidupnya hanya beroientasi pada fisik semata, ia
tidak lebih seperti bangkai. Fisik manusia tidak ada bedanya dengan fisik hewan,
tumbuhan, dan benda-benda bumi lainya.
Semuanya berasal dari unsur tanah, air, api, udara,
kenyataanya hampir semua orang saat ini lebih disibukkan dengan urusan fisik
ini. Menjadikan fisik ini sebagai tolak ukur dalam hidupnya. Banyak sekali
contoh yang bisa di lihat dalam kehidupan sehari-hari kita. Maka lengkaplah
kebanyakan manusia lebih disibukkan dengan urusan-urusan fisik semata sehingga
semakin tebal dinding untuk dapa melihat Tuhan.
Manusia adalah makhluk yang berjiwa ia di beri anugerah
akal untuk dapat berpikir. Inilah yang membedakan derajat manusia dengan
makhluk yang lain. Manusia juga di beri anugerah hati agar dapat merasakan.
Manusia yang telah mampu mengaktifkan akal dan hatinya berarti ia telah
selangkah lebih maju di bandingkan manusia yang sekedar mengandalkan kelebihan
fisik semata. Ia telah mampu menggunakan akal dan hatinya namun Tuhan
memberikan akal dan hati inipun rupanya bertingkat-tingkat.
Kerja akal manusia yang paling bawah adalah ‘aql atau akal,
sebagaimana di sebutkan dalam alqur’ANAFALAA TA’QILUN. Kerja akal ini adalah
memikirkan segala sesuatu yang bersifat kealaman. Dengan menggunakan akal ini
akan ditemukan kebenaran dan kesalahan serta kebaikan dan keburukan, dalam
perspektif duniawi. Demikian pula dengan kerja hati ia juga memiliki beberapa
tingkatan, yang terendah adalah qalb atau hati yang selalu berbolak-balik,
kadang baik kadang buruk. Manusia yang hanya menggunakan kerja ‘aql dan qalb
ini cenderung akan serakah pada dunia. Ia akan rakus mencari uang. Kalaupun
berbuat baik, lebih sering hal tersebut di sertai dengan pamrih lainya.
Inilah hijab Tuhan yang lebih tipis dibandingkan dengan
fisik. Setidaknya manusia yang sudah bisa mengendalikan kerja akal dan hati
yang pertama ini akan lebih mudah mengenal tuhan daripada mereka yang masih
terkungkung pada diri yang hanya berorientasi pada fisik semata. Lebih tinggi
lagi, sebagian manusia yang sudah bisa mengaktifkan kerja akal kedua, yakni
Fikr sebagaimana firman Allah ta’ala: afala tatafakkaruun. Dengan fikr ini
manusia sudah mampu menjangkau hal-hal yang tidak tampak di dunia ini namun
nyata kebenarannya seperti”: surga, neraka, malaikat, setan, pahala, dosa dan
sebagainya.
Agama Islam diturunkan dengan membawa kabar gembira tentang
adanya surga beserta kenikmatanya yang ada didalamnya. Juga membawa peringatan
kepada manusia tentang adanya siksa yang pedih di akhirat kelak. Kebanyakan
manusia sulit untuk dapat mengenal tuhan secara sempurna, maka Nabi Muhammad
SAW diutus untuk memberikan jalan tengah agar mereka menyembah Tuhan sesuai
kemampuanya.
SHOLAT
Dalam shalat itu terdapat empat perkara. Pertama, adalah
ihram; kedua miraj, ketiga munajat, dan keempat tubadil. Yang dimaksud dengan
ihram adalah penglihatan. Miraj adalah di atas penglihatan, yaitu hakikat
tunggal. Munajat adalah satu perkataan dari satu penglihatan, yaitu hilangnya
tunggal. Tubadil adalah merasakan gerak dirinya itu adalah gerak Tuhan sebagai
hakikat tunggal. Jika empat perkara itu sudah terkumpul menjadi satu, maka
hamba tersebut telah tenggelam pada zat Allah yang mutlak, dan telah berenang
timbul pada sifat Hayyun (Hidup). Menurut Hukum hakikat, jika seseorang yang
shalat belum seperti itu, maka termasuk penyembah berhala.
Shalat itu terdiri atas empat macam, yaitu : pertama,
shalat syariaat dengan cara melakukan ruku, sujud, dan duduk. Kedua, shalat
tarikat dengan cara menjernihkan hati dan perasaan kibir. Ketiga shalat hakikat
dengan cara menjernihkan hati dan nafsu lawwamah dan amarah. Keempat, shalat
marifat dengan cara hatinya terus menerus melihat Allah, dan meninggalkan
selain Allah. Itulah yang disebut dengan shalat daim, yaitu hatinya selalu
ingat kepada Allah. Namun tarikat ini tetap mengajarkan shalat sesuai dengan
syariat dengan jiwa shalat daim.
MAKRIFAT SYUHUD
Tuhan itu nyata dalam diri hamba tanpa tabir. Untuk
melihatnya melalui ruhani dengan proses : Jasad-Rahsa-Allah. Junaidi
al-Baghdadi dan Abu Yazid al-Bustami berkata :Artinya : wujud itu sebagai
penghalang. Tak lain dan tidak bukan wujudmu yang majazi. Maksudnya, dengan
merasakan bahwa hamba itu berwujud, maka akan menjadi penghalang untuk marifat
pada Allah. Dengan kata lain, seseorang tidak akan dapat fana jika merasa
dirinya berwujud. Untuk itu proses yang ditempuh melaui : Jasad-rahsa
(sirr)-Allah. Jasad lebur menjadi nyawa, nyawa lebur menjadi rahsa. Rahsa lebur
sirna pulang pada jati dirinya, yaitu hanya Allah yang wujud yang tidak
berubah. Hal ini seperti pernyataan Pangeran Giri : Pulang-mati-hilang. Yang
mati adalah nafsu, yang pulang adalah rahsa, yang hilang adalah penglihatan
jadi lebur pada Allah. Muhammad juga lebur pada Allah. Allah bersabda dalam
hadis qudsi : Artinya : Manusia itu adalah rahsa (sirr) Ku, dan Aku adalah sirr
manusia. Dari sini nampak bahwa hamba dan Tuhan itu berbeda, di mana sirr
manusia digunakan untuk syuhud pada Allah. Setelah manusia mati, sirr kembali
kepada Tuhan.
Orang-orang sufi telah membicarakan marifat dan tauhid
dalam arti mengenal Tuhan secara langsung dengan pandangan batin yang telah
mendapat pencaran-Nya, dan tenggalam dalam keesan-Nya yang mutlak itu
sedemikian rupa, sehingga yang dipandang ada hanya Dia (Fariduddin Attar, 1905
: 127). Bagi sufi, nampaknya, Tuhan itu bukan hanya dikenal melalui dalil-dalil
dan pembuktian akal atau melalui wahyu yang disampaikan oleh para nabi itu
saja; tetapi dapat juga dikenal secara langsung, melalui pengalam ruhani,
apabila mata hati yang berada dalam diri manusia itu mendapat pancaran sinar
Ilahi -setelah mencapai tingkat kebeningan yang layak untuk menerima anugerah
yang tidak ternilai itu. Tetapi, bila pengenalan langsung (marifah) itu telah
dicapai, diri yang mengenal lalu kehilangan wujudnya dalam Wujud yang dikenal
itu karena dalam pandangan orang arif yang sudah sampai ke sana, yang ada hanya
satu saja; Allah. Di antara para sufi ada yang mengungkapkan pengalaman
kesufianan seperti itu sebagai persatuan (ittihad) dengan Tuhan dan ada pula
yang mengatakan bahwa Tuhan telah bertempat di dalam dirinya (hulul).
SENANTIASA BERDZIKIR
Metode berzikir tujuannya untuk mencapai intuisi ketuhanan,
penghayatan, dan kedekatan kepada Allah SWT. Kita melakukannya dengan menjalani
shalat, puasa, membaca al-Quran, naik haji dan berjihad. menyibukkan diri
dengan latihan-latihan kehidupan asketis atau zuhud yang keras, latihan
ketahanan menderita, menghindari kejahatan, dan selalu berusaha mensucikan
hati. Zikir inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada Allah SWT.
Setidaknya ada tujuh macam zikir mukadimah, sebagai pelataran atau tangga yang
disesuaikan dengan tujuh nafsu manusia. Ketujuh mcam zikir ini diajarkan agar
cita-cita manusia untuk kembali dan sampai kepada Allah dapat selamat dengan
mengendarai tujuh nafsu itu. Ketujuh macam zikir itu sebagai berikut :
ZIKIR THAWAF, yaitu zikir dengan memutar kepala, mulai dari
bahu kiri menuju bahu kanan, dengan mengucapkan Laa ilaha ( ) sambil menahan
nafas. Setelah sampai di bahu kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah (
) yang dipukulkan ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di
bawah susu kiri, tempat berserangnya nafsu lawwamah.
ZIKIR NAFI ISTBAT, yaitu zikir dengan La ilaha illallah (
), dengan lebih mengeraskan suara nafinya, La ilaha ( ), ketimbang itsbatnya,
illallah ( ), yang diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam empunya asma
Allah.
ZIKIR ITSBAT FAQAT, yaitu berzikit dengan illallah ( ) 3
kali, yang dihujamkan ke dalam hati sanubari.
ZIKIR ISMU ZAT, yaitu zikir dengan ; Allah ( ) 3 kali, yang
dihujamkan ke tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya
hidup dan kehidupan manusia.
ZIKIR TARAQI, yaitu zikir ; Allah- Hu ( ), 2 kali. Zikir
Allah diambil dari dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak,
markas pikiran). Zikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh
Cahaya Ilahi.
ZIKIR TANAZUL, yaitu zikir Hu- Allah ( ) 2 kali. Zikir Hu
diambil dari bait al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Zikir ini
dimaksudkan agar seorang salik selalu memiliki kesadaran yang tinggi sebagai
insan Cahaya Ilahi.
ZIKIR ISIM GHAIB, yaitu zikir Hu, Hu, Hu ( ), dengan mata
dipejamkan dan mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada
menuju ke arah ke dalam rasa
Ketujuh macam zikir di atas didasarkan kepada firman Allah
; Artinya : Dan sesungguhnya kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah
jalan (tujuh buah langit), dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami (Q.S
23 : 17).
Demikian apa yang bisa disampaikan pada
kesempatan yang mulia ini. Semoga ada manfaatnya untuk kita semua….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar