22 Votes
Seperti
rerumputan, aku tumbuh berkali-kali ditepian
sungai
yang deras mengalir
Selama
ribuan tahun aku hidup, berkarya
Dan
berusaha dalam beraneka ragam tubuh
Waktu
melaju tiada henti-hentinya,
seperti
setetes air aku menyatu dengan lautan
Tapi
saksikanlah bagaimana aku menyatu dari situ
Sebagaimana
embun aku melayang-layang
diatas
samudera keabadian
Dan
muncul sebagai gelombang yang menderu dilautan
-Mansyur Al Hallaj-
Manusia
yang sudah bisa mengendalikan kerja akal dan hati akan lebih mudah mengenal
tuhan daripada mereka yang masih terkungkung pada diri yang hanya berorientasi
pada fisik semata. Lebih tinggi lagi, sebagian manusia yang sudah bisa
mengaktifkan kerja akal Fikr sebagaimana firman Allah ta’ala: afala
tatafakkaruun. Dengan fikr ini manusia sudah mampu menjangkau hal-hal yang
tidak tampak di dunia ini. Mari kita bedah hal ini secara lebih detail dengan
tujuan agar kita bisa bertambah wawasan sekaligus berani mencoba untuk
meluruskan NIAT DAN LAKU MENEMBUS ALAM MIKRAJ….
Sangat banyak faktor yang dapat menghambat evolusi
jiwa/ruhani kita dalam pencapaian tingkat yang lebih sempurna. Agar di dalam
menghadap menuju Sang Sumber penuh dengan kepasrahan untuk menyatu ke dalam
relung-relung keabadian. Faktor penghambat itu antara lain adalah gambaran,
khayalan, lamunan atau anggapan-anggapan yang merintangi dan menghalangi atau
mengganggu diri kita dalam mencapai derajat tinggi disisiNya. Haruslah segala
rintangan itu dibuang jauh-jauh, harus disingkirkan. Segala emosi yang melekat
pada diri kita disaat berinteraksi dengan keduniaan, hapuslah semuanya. Supaya
jiwa kita dan semangat kita berkembang dengan teguh serta bebas sehingga dapat
memantapkan kepercayaan kepada diri pribadi kita sebagaimana yang telah kita
saksikan di alam Mi’raj.
Adapun
yang sering menimbulkan halangan itu adalah berasal dari diri sendiri, yaitu
perasaan kita yang sering merasa kecewa, marah, ragu, merasa rendah, dhaif,
merasa bodoh, bimbang, khawatir, suka, duka dan gembira yang selalu mudah untuk
dikuasai oleh emosi kita. Hal ini merintangi diri kita dalam penyaksian
terhadap NUR ILAHI yang sangat jauh dari cacat dan kekurangan sedikitpun.
Buanglah jauh-jauh pikiran yang menganggap remeh apa yang telah kita saksikan,
memang setiap individu berbeda-beda kadar penyaksiannya, tetapi bagi kita yang
belum mencapai tingkat penyaksian yang sempurna atau sedikitnya tawhid
(menyatu) terhadap Cahaya yang kita saksikan untuk memasuki lorong NURUN ALA
NURRIN dalam gilang-gemilang kemegahan Cahaya-Nya, jangan lantas berpikir
Cahaya yang ada di dalam diri kita itu kalah dengan Cahaya yang ada di luar.
Itu adalah suatu hal yang amat buruk dan keburukannya
(akibatnya) akan menimpa dirinya sendiri. Berusahalah dengan kesungguhan yang
mantap memperkuat karep (tekad) kita dalam mengikuti kehendak Tuhan, dengan
tuntunan kitab yang ada dalam diri pribadi kita masing-masing. Muliakanlah,
Agungkanlah, sanjunglah dan hormatilah sebagai barang yang amat berharga yang
ada pada diri pribadi kita. Tebalkanlah keyakinan kita dan sentausakanlah Iman
kita serta pergunakan kejujuran hati kita untuk menghindari perbuatan yang
sesat. Usahakanlah agar kita selalu ingat dan waspada, bijaksana dan
selalu berbuat kebajikan. Perhatikan hasil dan keuntungan yang keluar dari
prosesnya pikiran pribadi yang baik (Positive Thingking), disertai dengan laku
yang benar. Berdasarkan pada kesopanan dan kesantunan serta kejujuran,
menggunakan pikiran yang tajam, jernih dan merdeka.
Singkirkanlah sifat-sifat yang buruk, yaitu menuruti hawa
nafsu yang rendah dan juga hilangkanlah sifat-sifat yang mementingkan diri
sendiri serta pandangan yang keliru dan picik. Bertindaklah untuk mengikuti
jalan utama. Sempurnakanlah dalam memelihara keimanan yang teguh untuk
mendekati dan memegang kesempurnaannya. Agar nanti kita tidak akan kekurangan
penerangan dalam perjalanan menuju ketentraman dimana kita akan menerima
warisan keberkahan yang abadi. Maka tiada lain bagi kita yang masih baru dalam
mengenal dan berusaha akrab dengan diri pribadi kita, haruslah melatih diri
dengan pekerti luhur, memberi dorongan kepada tujuan yang semestinya. Beruzlah
atau Tafakur untuk berusaha membuang (melepaskan) beban sampah dikepala.
Berkonsentrasi, kemudian mencurahkan segenap cipta kearah sasaran yang sering
kita sebut RUPA SEJATI, sebagaimana kita semua saksikan.
Hendaklah TAFAKUR itu dilakukan dengan rutin dan dengan
penuh kesungguhan dalam melewati fase-fase untuk mencapai tafakur sempurna yang
penuh dengan kenikmatan. Karena telah mampu mengalahkan diri sendiri dari
tabiat-tabiatnya kearah negatif (Nafsu rendah) dan membawa ke dalam pimpinan
yang telah disinari Cahaya Keluhuran (Cahaya Nur Muhammad) Sebagaimana yang
diterangkan dalam Al Qur’an, bahwa dalam diri setiap manusia ada rasul yang
harus dijadikan panutan. “Ketahuilah bahwa pada engkau ada Rasul Allah, Dia
dalam banyak urusan selalu mengikuti engkau, tetapi jika engkau tidak mengikuti
dia tentulah engkau akan mendapat kesusahan, maka Allah menjadikan engkau Cinta
kepada keimanan dan menjadikan Iman suatu hiasan dalam hatimu, dan menjadikan
engkau benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Yang demikian itulah
orang-orang yang mengikuti Jalan lurus.” (QS. Al Hujarat , 49 ayat 7 )
Untuk itulah, bagi para penempuh jalan spiritual harus
terus-menerus istiqomah memperbaiki diri, meningkatkan kadar pencerahan ruhani
kita agar evolusi ruhani kita semakin maju ketingkat/maqam yang lebih baik,
dari hari kehari. Sehingga kita tidak mengalami stagnasi/berhenti ditempat atau
bahkan mundur dan melupakan amanat yang telah diberikan, yaitu Cahaya yang ada
pada diri kita masing-masing.
SIFAT 20
Sasaran evolusi ruhami manusia sesungguhnya adalah
meningkatkan kemampuan sifat 20 yang dimiliki oleh Ruhani kita. Diri kita akan
semakin peka dan sensitif apabila kita semakin sering berlatih, bertafakur,
meditasi dan sering melakukan Laku Mi’raj. Diri sejati yang didiami oleh sifat
Allah antara lain sifat Ilmu dan bashar, akan memberikan petunjuk kepada kita
terhadap permasalahan yang kita hadapi. Sehingga petunjuk yang kita dapatkan menjadi
solusi dan jalan keluar terhadap permasalahan kita. Apabila kita tertidur
kemampuan dari Jiwa/ruhani kita akan lebih dominan atau bangkit.
Hal ini terjadi dikarenakan ruhani kita terlepas dari
pengaruh fisik yang selama seharian selalu lebih dominan mempengaruhi hidup
keseharian kita. Beliau juga menjelaskan perbedaan antara Mati, Tidur dan
Tafakur serta Laku Mi’raj sangat tipis sekali perbedaannya. Perkara Mati,
Tidur dan Tafakur (Mi’raj) sama-sama mengalami disfungsi pengaruh fisik. Mulai
dari panca indra dan fungsi fa’al dalam diri kita. Perbedaan yang mencolok
hanya pada proses mengalami SADAR atau tidak SADAR saat melepaskan pengaruh
fisik dan fa’al pada diri kita.
Bila pengaruh fisik kita melemah, secara otomatis pengaruh
ruhani kita akan menguat. Pengaruh ruhani inilah yang sering disebut dengan
kemampuan Sifat 20. Ada sekitar 8 kemampuan/sifat yang muncul saat ruhani kita
bangkit. Sifat ini adalah 8 dari 20 sifat yang kita kenal dalam pembahasan
sifat 20. Sifat itu adalah sebagai berikut : Wujud (sifat 1), Baqa
(kekal-sifat 3), Mukhalafah lil Hawadis (Tidak ada sama dengan apapun-sifat 4),
Iradat (Kehendak/karsa-sifat 8), Hayat (Hidup-sifat 10), Sama’ (Mendengar-sifat
11) Bashar (Melihat-sifat 12), Qalam (Bersabda-sifat 13). Inilah kemampuan/sifat
yang harus terus dipupuk sehingga semakin peka dan sensitif. Sehingga kita bisa
untuk selalu ingat, Sabar dan Waspada terhadap segala ketentuan yang Allah
tetapkan.
Dalam pandangan para Wali tanah Jawa, Roh manusia itu
mengandung sifat dua puluh. Jadi sifat dua puluh hakikatnya diperuntukkan
kepada manusia, karena sifat dari Maha Roh tidaklah terbatas, bukan terbatas
hanya dua puluh sifat saja. Penjelasan sifat dua puluh menurut para Wali tanah
Jawa, dapat diuraikan dengan penjelasan bahwa Sifat dua puluh dapat
dibagi menjadi empat bagian yaitu Wujud, yang dimasukkan dalam bagian Nafsiah,
yang berarti kepribadian yang ditiupkan Allah kepada manusia. Qidam, Baqa,
Mukhalafatu lil hawadits, Qiyamuhu bi nafsihi dan Wahdaniyah, yang dimasukkan
dalam bagian Salbiyah, yang berarti keterangan dari kepribadian yang ditiupkan
Allah kepada manusia. Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sama’, Bashar dan Qalam,
yang dimasukkan dalam bagian Ma’nawi, yang berarti kemampuan dari kepribadian
yang ditiupkan Allah kepada manusia. Qadiran, Muridan, ‘Alimun, Hayum,
Sami’an, Bashiran dan Mutaqaliman, yang dimasukkan dalam bagian Ma’nawiyah,
yang berarti keistimewaan dari kepribadian yang ditiupkan kepada Allah kepada
manusia.
Jadi berdasarkan pembagian sifat dua puluh seperti tersebut
diatas dapat disimpulkan bahwa Roh manusia itu ada Wujudnya, yaitu berupa
Cahaya Yang Terang Benderang. Hal ini dikarenakan Roh manusia adalah bagian
dari Maha Roh ( Allah ) dan kita telah membahas di awal tulisan ini, bahwa
hakikat sesungguhnya dari Wujud Allah adalah Cahaya Diatas Cahaya atau Nurun
‘ala Nurin, sehingga Roh manusia yang merupakan bagian dari Maha Roh (Allah),
Wujudnyapun adalah Cahaya. Dengan kata lain Roh manusia adalah percikan
(emanasi) dari Cahaya Allah. Dalam doktrin tasawuf, Roh manusia sering disebut
dengan istilah Nur Insan, sedangkan Allah sering disebut dengan Nur
Allah. Nur Insan adalah percikan dari Nur Allah. Nur Insan (Roh manusia)
ini mempunyai empat ciri (salbiyah) yaitu Qidam (tidak berawal dan berakhir),
Baqa (kekal), Mukhalafatu lil hawadits (tidak serupa dengan apapun), Qiyamuhu
bi nafsihi (bangkit dengan sendirinya), dan Wahdaniyah (tunggal).
Nur Insan (Roh manusia) ini juga mempunyai tujuh kemampuan
(ma’nawi) yaitu Qudrat (kuasa), Iradat (kehendak), Ilmu (pengetahuan), Hayat
(hidup), Sama’ (mendengar), Bashar (melihat) dan Qalam (berkata). Kemudian Nur
Insan (Roh manusia) mempunyai tujuh keistimewaan (ma’nawiyah) yang diberikan
oleh Maha Roh (Allah) yaitu Qadiran (Maha Kuasa), Muridan (Maha Berkehendak),
‘Aliman (Maha Berpengetahuan), Hayum (Maha Hidup), Sami’an (Maha Mendengar),
Bashiran (Maha Melihat) dan Mutaqaliman (Maha Berkata). Keistimewaan tersebut
diberikan Allah kepada manusia dengan syarat Roh manusia itu selalu berhubungan
kepada-Nya. Keistimewaan ini bersifat “TANAZUL TARAQI” (turun naik) artinya
keistimewaan tersebut hanyalah kehendak Allah semata dan biasanya keistimewaan
ini muncul apabila Allah ingin memperlihatkan kekuasaannya kepada para
makhluk-Nya.
Keberadaan Roh-Ku dalam jasmani manusia bersifat transenden
dan imanen, artinya disatu sisi Roh-Ku tersebut berada dan menyatu dalam
jasmani, disisi lain Roh-Ku tersebut berada di luar dan tidak menyatu dengan
jasmani manusia. Inilah salah satu kelebihan Roh-Ku yang ditiupkan Allah kepada
manusia. Ketika Roh-Ku ditiupkan ke dalam jasmani maka kedua bangunan itu
saling berinteraksi, yang melahirkan kemampuan akal. Kata “Akal” merupakan kata
serapan dari bahasa Arab yaitu “Iqal” yang berarti ikatan atau belengu. Akal
merupakan suatu kemampuan dari tiga unsur ikatan yaitu cipta, rasa dan karsa.
TANAZUL(MENURUN)
Dzat Tuhan yang tidak bernama, karena tidak ada satu nama
pun yang mampu mewakili keberadaanya. Maka ia di sebut Aku. Inilah tuhan
sejati, hidup sejati, sebagaimana diidam-idamkan oleh syekh siti jenar. Inilah
martabat ahadiyah dalam tataran martabat tujuh. Tuhan sejati atau Aku ini
berdiri sendiri tiada berawal dan berakhir, serta maha esa. Dia sendiri dan
ingin di kenal, namun tidak ada yang dapat mengenalnya karena tidak ada yang
lain selain dirinya. Dia berkeinginan menciptakan makhluk agar makhluk tersebut
mengenal-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar